Misteri Supersemar Diwarnai Sejumlah Kisah Unik hingga Mistis |
Misteri Supersemar Diwarnai Sejumlah Kisah Unik hingga Mistis
Soekarno dan Soeharto. Dua sosok presiden ikonis ini memang sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat misteri dan mistis. Bahkan, mereka berdua sama-sama meninggalkan misteri terbesar dalam perpolitikan di Indonesia, yaitu surat perintah yang masih menjadi teka-teki sampai saat ini. Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, sempat menceritakan beberapa peristiwa menarik seputar Supersemar saat diwawancarai Kompas.com, Senin (6/3/2016) akhir pekan lalu. Sekitar tahun 2012, Asvi pernah mendapat kabar dari kawannya, seorang penulis buku bernama Nurinwa Ki S Hendrowinoto. Saat itu, Nurinwa bercerita kepada Asvi bahwa dia mempunyai kawan seorang anak kiai di Blitar, Jawa Timur. Di rumah kiai itu tergantung sebuah surat berpigura kayu, yang isinya mirip dengan Surat Perintah 11 Maret dari Soekarno kepada Soeharto. "Sudah tua sekali, kertasnya juga sudah melekat dengan kayu piguranya. Teman saya itu melihat dan bilang, 'Lho jangan-jangan ini surat yang asli,'" ujar Asvi ketika ditemui Kompas.com, Minggu (6/3/2016). Menurut cerita, surat itu kali pertama dibawa oleh Soedjono Hoemardani. Soedjono adalah asisten pribadi Presiden Soeharto, yang ahli soal kebatinan. Surat itu dibawa ke Blitar dengan maksud untuk didoakan oleh sang kiai. "Entah kenapa, surat itu tetap tinggal di situ, dipasang menggunakan bingkai. Karena sudah lama, kertas itu sampai menempel di kayunya," kata Asvi. Akhirnya, surat itu diserahkan ke Arsip Nasional RI (ANRI) untuk dibuktikan keasliannya. ANRI mempunyai metode untuk mengetahui itu. Akhirnya, mereka menyerahkan surat itu ke ANRI secara resmi dan minta supaya diperiksa, apakah ini surat yang asli atau bukan. Setelah melalui serangkaian proses penelitian, diketahui bahwa tidak ada perbedaan usia antara kertas, pencetakan kop surat, tinta pada isi surat, cap, dan tanda tangan. "Di surat itu semuanya identik. Kalau asli kan seharusnya ada perbedaan waktu. Jadi, menurut Arsip Nasional, itu bukan surat yang asli," ujarnya. Arsip Nasional mengonfirmasi informasi itu. Nurinwa menyerahkan satu lembar dokumen pada 9 Maret 2012. Naskah itu ditemukan di Surabaya. Kepala ANRI Mustari Irawan mengatakan, berdasarkan keterangan Nurinwa, dokumen itu didapat dari penjaga makam di Trowulan. Naskah itu ditempatkan di petilasan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. ANRI sempat yakin bahwa dokumen yang diserahkan Nurinwa adalah dokumen asli. "Kami saat itu yakin 99 persen bahwa surat itu autentik," ujar Mustari, saat dijumpai Kompas.com, Kamis (10/3/2016) kemarin. Namun, setelah pengujian dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik Polri, naskah itu dinyatakan bukan asli. Selain beda usia, tanda tangan Soekarno memperlihatkan bahwa kertas itu hasil duplikasi. Cerita keris dan lukisan wanita Asvi Warman Adam menceritakan kisah menarik lain pada 2014. Asvi ditemui oleh seorang perempuan Indonesia yang bermukim di Australia. Perempuan itu mengatakan, dirinya pernah menjadi sekretaris seorang Jenderal, Adolf Sahala Rajagukguk, yang pernah menjabat Wakil KSAD dan Duta Besar di India. Kisah ini terjadi saat Dewi Soekarno akan berangkat ke Jepang pasca-Supersemar 1966. Dewi dihadiahi Bung Karno sepucuk keris dan sebuah lukisan wanita. Keris itu sempat disita oleh pihak keamanan dan entah bagaimana akhirnya jatuh ke tangan perempuan itu. "Saya bukan ahli keris," ujar Asvi ketika pusaka itu diperlihatkan. Perempuan yang tidak diketahui namanya itu juga mengaku memiliki lukisan yang dibeli dari sebuah rumah lelang di India yang katanya dijual oleh Dewi Soekarno. "Konon, di balik lukisan wanita cantik itu tersimpan tembusan Supersemar yang semula dimiliki oleh Soekarno," ucap Asvi. Peristiwa selanjutnya, yang cukup menarik dan klenik, terjadi pada 11 Maret 1977. Rencananya, Presiden Soeharto akan meninjau sekaligus meresmikan diorama Supersemar di Monas. Namun, malam sebelumnya, hujan lebat turun di Jakarta. Daerah Monas kebanjiran. Tinggi air mencapai 30 sentimeter. Akhirnya, acara resmi itu ditunda selama sepekan. "Saya baca dari bukunya Mcgregor, media massa saat itu banyak mengutip pendapat orang bahwa Bung Karno sedang menangis dari dalam makamnya sehingga air pun mengucur deras dari atas langit," ujar Asvi.
Buka juga :
0 Comments